Pelajaran penting buat orang yang terlalu takut terhadap semua makanan. Memiliki obsesi berlebihan tentang makanan yang sehat bisa membuat seseorang mengalami gangguan makan orthoreksia.
Gangguan makan orthoreksia ini berbeda dengan gangguan makan anoreksia (obsesi berlebihan untuk memiliki tubuh yang kurus).
Orthoreksia adalah obsesi untuk menghindari berbagai makanan yang dianggap tidak sehat. Diagnosisnya sendiri masih kontroversial yang ditandai dengan berhenti mengonsumsi berbagai makanan yang diproses.
Penderita sudah pasti akan menjauhi makanan berlemak jenuh tinggi serta yang mengandung kadar gula berlebihan. Penderita orthorexia juga akan menghindari berbagai makanan yang mengandung perasa buatan, pewarna atau pengawet makanan. Mereka juga ketat dalam memilih makanan seperti hanya konsumsi sayuran atau makanan mentah saja.
Gangguan makan ini akan membuat seseorang berpikir lebih baik memilih kelaparan daripada harus mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Kaum perempuan lebih rentan mengalami gangguan ini dibandingkan laki-laki.
Penderita orthoreksia cenderung sulit untuk bersosialisasi, karena mereka takut dipaksa oleh teman-temannya untuk mengonsumsi makanan yang dianggapnya tidak murni. Karenanya orang yang orthoreksia akan memiliki tubuh yang kurus (terlihat seperti kekurangan gizi) serta penampilan yang lebih tua dibandingkan dengan usianya.
Orthoreksia sempat menjadi kontroversi, karena beberapa ahli menganggap hal tersebut bukanlah suatu gangguan makan. Tapi ahli lain menyatakan bahwa orthoreksia berbeda dengan anoreksia sehingga harus dibuat klasifikasi tersendiri.
"Orang yang mengalami orthoreksia harus mendapatkan perawatan yang benar-benar dibutuhkan, salah satunya menggunakan terapi perilaku kognitif yaitu pasien dilatih untuk mengganti pikiran obsesif mengenai segala makanan yang sehat," ujar Kathleen McDonald dari Eating Disorders Coalition, seperti dikutip dari TIME, Sabtu (13/2/2010).
McDonald mengungkapkan sampai saat ini belum banyak diketahui mengenai perawatan apa yang terbaik dalam menangani penderita orthoreksia. "Sehingga masih bersifat untung-untungan," tambahnya.
"Orthoreksia seringkali dihubungkan dengan gangguan kecemasan atau dianggap sebagai hal yang umum. Kami tidak ingin orang salah mengartikan, bahwa memiliki obsesi makan sehat yang berlebihan juga bisa berbahaya," ujar Cynthia Bulik, direktur eating-disorders program di University of North Carolina, Chapel Hill.
Memiliki pola makan yang sehat memang baik, tapi jika pola makan tersebut membuat seseorang memiliki kondisi kesehatan yang buruk tentu saja akan menimbulkan masalah baru.
(ver/ir-detik)
Gangguan makan orthoreksia ini berbeda dengan gangguan makan anoreksia (obsesi berlebihan untuk memiliki tubuh yang kurus).
Orthoreksia adalah obsesi untuk menghindari berbagai makanan yang dianggap tidak sehat. Diagnosisnya sendiri masih kontroversial yang ditandai dengan berhenti mengonsumsi berbagai makanan yang diproses.
Penderita sudah pasti akan menjauhi makanan berlemak jenuh tinggi serta yang mengandung kadar gula berlebihan. Penderita orthorexia juga akan menghindari berbagai makanan yang mengandung perasa buatan, pewarna atau pengawet makanan. Mereka juga ketat dalam memilih makanan seperti hanya konsumsi sayuran atau makanan mentah saja.
Gangguan makan ini akan membuat seseorang berpikir lebih baik memilih kelaparan daripada harus mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Kaum perempuan lebih rentan mengalami gangguan ini dibandingkan laki-laki.
Penderita orthoreksia cenderung sulit untuk bersosialisasi, karena mereka takut dipaksa oleh teman-temannya untuk mengonsumsi makanan yang dianggapnya tidak murni. Karenanya orang yang orthoreksia akan memiliki tubuh yang kurus (terlihat seperti kekurangan gizi) serta penampilan yang lebih tua dibandingkan dengan usianya.
Orthoreksia sempat menjadi kontroversi, karena beberapa ahli menganggap hal tersebut bukanlah suatu gangguan makan. Tapi ahli lain menyatakan bahwa orthoreksia berbeda dengan anoreksia sehingga harus dibuat klasifikasi tersendiri.
"Orang yang mengalami orthoreksia harus mendapatkan perawatan yang benar-benar dibutuhkan, salah satunya menggunakan terapi perilaku kognitif yaitu pasien dilatih untuk mengganti pikiran obsesif mengenai segala makanan yang sehat," ujar Kathleen McDonald dari Eating Disorders Coalition, seperti dikutip dari TIME, Sabtu (13/2/2010).
McDonald mengungkapkan sampai saat ini belum banyak diketahui mengenai perawatan apa yang terbaik dalam menangani penderita orthoreksia. "Sehingga masih bersifat untung-untungan," tambahnya.
"Orthoreksia seringkali dihubungkan dengan gangguan kecemasan atau dianggap sebagai hal yang umum. Kami tidak ingin orang salah mengartikan, bahwa memiliki obsesi makan sehat yang berlebihan juga bisa berbahaya," ujar Cynthia Bulik, direktur eating-disorders program di University of North Carolina, Chapel Hill.
Memiliki pola makan yang sehat memang baik, tapi jika pola makan tersebut membuat seseorang memiliki kondisi kesehatan yang buruk tentu saja akan menimbulkan masalah baru.
(ver/ir-detik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar